Sibling Rivalry dalam MIRAI: Dari Kecemburuan hingga Keajaiban Perjalanan Waktu dalam Proses Perkembangan Anak

Bagaimana rasanya merasa tersisih ketika anggota keluarga baru hadir? Novel MIRAI karya Mamoru Hosoda membawa kita menyelami perasaan seorang anak kecil bernama Kun yang harus menghadapi perubahan besar dalam hidupnya. Dari seorang anak yang selalu menjadi pusat perhatian, kini ia harus berbagi kasih sayang dengan adiknya yang baru lahir. Kisah ini menyajikan pengalaman yang banyak dialami oleh anak-anak di dunia nyata. Perasaan cemburu, bingung, dan perjuangan memahami posisi baru mereka dalam keluarga.
Artikel ini akan mengupas novel MIRAI dari sudut pandang psikologi perkembangan anak, khususnya bagaimana anak kecil seperti Kun merespons kehadiran saudara baru, bagaimana emosi mereka berkembang, serta bagaimana pola asuh orang tua berperan dalam membentuk karakter anak.
Sinopsis
Kun adalah anak laki-laki berusia tiga tahun yang awalnya hidup dengan nyaman sebagai anak tunggal. Namun, semuanya berubah ketika adik perempuannya, Mirai, lahir. Perubahan ini memunculkan perasaan cemburu dan frustrasi dalam diri Kun, terutama karena perhatian orang tua yang kini lebih banyak tercurah kepada adiknya. Saat sedang kesal, Kun mengalami peristiwa Ajaib. Ia bertemu dengan berbagai sosok dari keluarganya di masa lalu dan masa depan, termasuk Mirai yang telah tumbuh besar. Dari perjalanan ini, Kun perlahan belajar arti menjadi seorang kakak dan memahami bahwa kasih sayang dalam keluarga bukanlah sesuatu yang terbatas.
Analisis Psikologi Perkembangan Anak
- Cemburu Kakak terhadap Adik Baru: Sibling Rivalry yang Wajar
Saat Mirai lahir, Kun merasa seperti kehilangan tempatnya di hati orang tua. Ia menjadi lebih rewel, sering tantrum, bahkan berusaha menarik perhatian dengan cara negatif. Ini adalah hal yang umum terjadi pada anak-anak yang baru memiliki adik.
Dari perspektif psikologi perkembangan, fenomena ini disebut sibling rivalry atau persaingan saudara (Howe et al., 2020). Anak kecil seperti Kun belum memahami bahwa kasih sayang orang tua itu tidak terbagi, tetapi justru bertambah. Mereka merasa harus bersaing untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang sama seperti sebelumnya.
Studi psikologi menunjukkan bahwa penting bagi orang tua untuk tetap melibatkan anak pertama dalam merawat adik bayi, memberi mereka peran kecil seperti membantu mengambil popok atau menemani saat tidur. Dalam MIRAI, perjalanan Kun bersama Mirai dari masa depan membantunya memahami bahwa ia tetap disayangi dan memiliki peran besar dalam keluarganya.
- Belajar Mengelola Emosi: Dari Marah hingga Peduli
Sepanjang cerita, kita melihat Kun mengalami berbagai emosi, marah, sedih, bingung, takut, hingga akhirnya memahami dan menerima perannya sebagai kakak. Proses ini mencerminkan perkembangan emosional yang wajar pada anak-anak seusianya.
Anak usia dini masih berada dalam tahap preoperational, di mana mereka sering kali sulit memahami perspektif orang lain (egosentris) (Sathyaprasad et al., 2024). Inilah mengapa Kun awalnya hanya melihat dari sudut pandangnya sendiri. Ia merasa Mirai merebut perhatian orang tua, tanpa menyadari bahwa adiknya juga membutuhkan kasih sayang.
Namun, seiring berjalannya cerita, Kun mulai memahami bahwa ia bukan hanya seorang anak kecil yang butuh perhatian, tetapi juga seorang kakak yang bisa memberikan perhatian. Proses ini membantu Kun mengembangkan empati, keterampilan penting dalam kehidupan sosial anak.
- Peran Orang Tua dalam Membentuk Perkembangan Anak
Tidak hanya anak yang belajar mengelola emosinya, tetapi orang tua juga mengalami perjalanan dalam memahami anak-anak mereka (Petersen & Lesch, 2021). Dalam MIRAI, orang tua Kun juga mengalami perubahan besar. Ibunya kembali bekerja, sementara ayahnya yang sebelumnya jarang mengurus rumah kini harus mengambil peran utama dalam pengasuhan anak-anak. Dinamika ini sangat relevan dengan kehidupan modern di mana banyak pasangan berbagi peran dalam mengurus keluarga.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan memiliki dampak positif pada perkembangan emosional anak. Dalam MIRAI, kita melihat bagaimana ayah Kun awalnya kesulitan menyeimbangkan perannya antara pekerjaan rumah dan mengurus anak. Salah satu momen menarik dalam novel adalah ketika ia mencoba memasak dan mengurus bayi Mirai sekaligus, yang berujung kekacauan. Tetapi seiring waktu ia belajar dan menjadi lebih kompeten. Ini mencerminkan realitas banyak keluarga modern saat ini bahwa menjadi orang tua juga merupakan proses belajar yang terus berkembang (Vasilyeva & Scherbakov, 2022).
Sebagai orang tua, penting untuk memberi ruang bagi anak pertama dalam mengekspresikan perasaannya, bukan langsung memarahinya jika ia menunjukkan kecemburuan atau kemarahan. Justru, membantu mereka memahami peran barunya dengan cara yang positif bisa mempererat hubungan saudara sejak dini.
Kesimpulan
Novel MIRAI bukan hanya cerita fantasi tentang perjalanan waktu, tetapi juga potret realistis tentang perubahan dalam sebuah keluarga. Kisah Kun mencerminkan bagaimana anak-anak belajar menghadapi perubahan besar dalam hidup mereka, bagaimana mereka mengelola emosi, serta bagaimana pola asuh orang tua berperan dalam membentuk karakter mereka.
Dari sudut pandang psikologi perkembangan anak, MIRAI memberikan gambaran yang sangat relevan tentang bagaimana anak kecil menghadapi kecemburuan, bagaimana mereka belajar tentang empati, dan bagaimana orang tua bisa mendukung mereka melewati proses ini dengan lebih baik. Pada akhirnya, MIRAI mengajarkan bahwa menjadi keluarga bukan hanya tentang hubungan darah, tetapi tentang bagaimana kita tumbuh bersama, memahami satu sama lain, dan menerima perubahan dengan hati terbuka (Gypen et al., 2020). Sebuah pelajaran yang tidak hanya berlaku bagi anak-anak, tetapi juga bagi kita semua.
Daftar Pustaka
Hosoda, Mamoru. (2021). Mirai. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gypen, L., West, D., Van Holen, F., & Vanderfaeillie, J. (2020). Birth children of foster carers: How do they experience the foster care placement. Children and Youth Services Review, 109. Scopus. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2019.104703
Howe, N., Persram, R. J., & Recchia, H. E. (2020). Siblings and Sibling Rivalry. In Encyclopedia of Infant and Early Child. Development (pp. 135–148). Elsevier; Scopus. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-809324-5.22835-6
Petersen, J. M., & Lesch, E. (2021). “A Child Needs Both a Mother and a Father”: The Parenting Constructions of a New Generation of Tertiary-Educated South African Prospective Parents. Journal of Comparative Family Studies, 52(4), 715–741. Scopus. https://doi.org/10.3138/JCFS.52.4.09
Sathyaprasad, S., Dhanya, K. B., Anand, P. J. S., Amin, R., Thomas, P. A., & Alwafi, H. A. (2024). Amelioration: An Innovative Approach to Behavior Management Based on Cognitive Process. Journal of Pharmacy and Bioallied Sciences, 16, S2241–S2243. Scopus. https://doi.org/10.4103/jpbs.jpbs_186_24
Vasilyeva, E. N., & Scherbakov, A. V. (2022). Cultural Features of the Image of the Role Structure in the Father- Child Dyad. Social Psychology and Society, 13(2), 144–162. Scopus. https://doi.org/10.17759/sps.2022130210